Kamis, 05 Februari 2009

Uang Bergerak Lambat di Daerah

Perputaran uang di daerah, terutama dana-dana yang disalurkan pemerintah pusat ke daerah, masih lambat. Itu disebabkan sebanyak 293 daerah atau 57,45 persen dari total daerah belum menyelesaikan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2009.

Padahal, tanpa anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pemerintah pusat tidak bisa mencairkan dana perimbangan dan daerah tidak memiliki dasar hukum untuk mendanai proyek atau program apa pun. Dengan demikian, pembangunan di daerah akan sangat terhambat.

”Hingga Senin (19/1) sore, pemerintah daerah yang menyelesaikan perda APBD dan sudah dilaporkan kepada kami mencapai 247 daerah atau 48,4 persen dari total jumlah pemda yang mencapai 510, baik provinsi, kabupaten, maupun kota,” ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan, Mardiasmo di Jakarta, kemarin.

Catatan Depkeu menunjukkan, 247 daerah itu terdiri atas 29 provinsi dan 218 kabupaten atau kota yang sudah membahas APBD mereka dengan DPRD. Dari 217 daerah itu hanya 65 daerah yang sudah benar-benar mengesahkan perda APBD atau sudah menjadi ketetapan hukum. Selebihnya baru selesai dibahas di DPRD, tetapi masih harus melalui tahap evaluasi di pemerintah provinsi (untuk APBD kabupaten dan kota) dan di Departemen Dalam Negeri (untuk APBD provinsi).

Setelah dievaluasi di pemerintahan lebih tinggi, APBD itu masih harus dikembalikan kepada pemda untuk direvisi, lantas disetujui DPRD. Setelah itu APBD bisa disahkan menjadi perda. Proses evaluasi tak boleh lebih dari dua pekan agar tidak ada upaya menahan-nahan APBD di pemerintah yang lebih tinggi.

Daerah yang belum menyelesaikan APBD terdiri atas 4 provinsi dan 259 kabupaten atau kota. Mereka belum membuat APBD karena belum membahasnya dengan DPRD, atau sudah dibahas, tetapi belum selesai, atau karena belum dibuat rancangan perdanya sama sekali di pihak eksekutif (pemda). Keempat provinsi itu adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat.

APBD Sulawesi Barat diperkirakan akan terhambat lama karena terjadi perselisihan antara pemda dan DPRD-nya. Pemprov Sulawesi Barat tengah mendekati Depkeu untuk menunjukkan bahwa proses penyusunan rancangan perda APBD mereka sudah dilakukan pemda meskipun masih dalam bentuk kebijakan umum anggaran dan plafon anggaran.

Pencairan ditangguhkan

Menurut Mardiasmo, Depkeu tak akan mencairkan dana alokasi khusus (DAK) kepada semua daerah yang belum menyelesaikan APBD mereka. Padahal, DAK tahap pertama akan dicairkan pada awal Februari 2009.

”Adapun dana alokasi umum (DAU) masih tetap akan kami cairkan karena kami yakin itu akan digunakan untuk membayar gaji pegawai negeri sipil daerah. Kecuali ada daerah yang sudah sangat lambat dalam pengesahan APBD-nya, kami bisa saja menunda pencairan DAU,” ujarnya.

Daerah seharusnya sudah bisa menyusun APBD 2009 dan mengesahkannya dengan DPRD sejak November 2008. Sebab, jatah dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi setiap daerah sudah pasti sejak Oktober 2008, atau sejak APBN 2009 disetujui DPR. Dengan pembahasan APBD yang dipercepat ke sebelum awal tahun anggaran, diharapkan semua proyek di daerah bisa berjalan mulai 1 Januari 2009.

Daerah yang menyelesaikan APBD sebelum tahun anggaran sebenarnya terus bertambah. Pada Desember 2006 jumlah daerah yang menyelesaikan APBD 2007 mencapai 25 pemda, lalu pada Desember 2007 yang menyelesaikan APBD 2008 mencapai 118 daerah, dan pada Desember 2008 yang mengesahkan APBD 2009 mencapai 133 daerah. ”Meskipun demikian masih lebih banyak daerah yang belum selesai APBD-nya, terutama daerah-daerah hasil pemekaran,” kata Mardiasmo.

Dominasi daerah

Mardiasmo menyebutkan, penyelesaian APBD 2009 sangat penting karena total dana yang berputar di seluruh APBD bisa lebih dari Rp 400 triliun per tahun. Itu terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) Rp 65 triliun-Rp 70 triliun dan dana yang ditransfer pusat ke daerah sebesar Rp 320,7 triliun, baik dalam bentuk DAK, DAU, dana bagi hasil (DBH), serta dana otonomi khusus dan penyesuaian. Semuanya masuk dalam mekanisme APBD.

Selain dana yang masuk ke mekanisme APBD, masih ada dana lain yang mengalir ke daerah. Itu adalah dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan (digunakan untuk membiayai program departemen dan lembaga nondepartemen di pusat, tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada pemda), dana di lembaga-lembaga negara vertikal (seperti Polri atau Depkeu), subsidi, hingga Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.

”Jika semuanya diakumulasikan, maka 65 persen dari belanja negara yang ditetapkan dalam APBN mengalir ke daerah seluruhnya. Pemerintah pusat hanya mengelola sekitar 35 persen dari belanja negara, yang disalurkan melalui anggaran kementerian dan lembaga nondepartemen. Maka, 65 persen dari belanja pemerintah bergerak di daerah,” ujar Mardiasmo.

Sebagai ilustrasi, anggaran belanja negara dalam APBN 2009 ditetapkan sekitar Rp 1.037,1 triliun. Jika 65 persennya mengalir di daerah, maka terdapat sekitar Rp 674,115 triliun yang harus dipergunakan di seluruh daerah, dan sekitar 57,96 persen di antaranya ada dalam APBD mereka.

Komunikasi politik

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan, penyebab utama lambatnya penyusunan APBD di daerah adalah tidak lancarnya komunikasi politik antara DPRD dan pemda, lalu lemahnya perencanaan daerah terutama penganggaran, serta lemahnya kualitas sumber daya manusia pemda dalam membuat perencanaan keuangan. Atas dasar itu, pemerintah pusat perlu memberikan sanksi berupa penundaan transfer dana perimbangan kepada daerah yang masih lambat menyelesaikan APBD mereka.

”Usul lain adalah membuat tahun anggaran yang berbeda untuk daerah. Tahun anggaran daerah sebaiknya dimulai pada April hingga Maret tahun setelahnya (tahun anggaran pemerintah pusat dan daerah sekarang adalah sama, yakni Januari-Desember),” ujarnya.

Meskipun dana yang mengalir di daerah sangat besar, masih terjadi penumpukan dan duplikasi proyek di beberapa daerah dan menyebabkan minimnya proyek di daerah lain, yang sebenarnya jauh lebih membutuhkan. Ini terjadi terutama pada proyek-proyek pusat yang dilakukan di daerah.

Depkeu berinisiatif untuk menghimpun semua pemegang kuasa anggaran di kementerian dan lembaga nondepartemen untuk membicarakan strategi pembangunan di daerah agar tidak terjadi penumpukan dan duplikasi proyek lagi.

Hal lain yang membuat anggaran di daerah tidak termanfaatkan secara optimal adalah berlarut-larutnya proses tender. Oleh karena itu, Depkeu telah meminta kepada Departemen Dalam Negeri dan departemen teknis lain, terutama Departemen Pekerjaan Umum sebagai pemegang proyek terbesar, untuk memberikan kelonggaran pada proses tender di daerah.

”Kami minta agar proses persiapan tender sudah bisa dimulai setelah APBD selesai dibahas di DPRD sehingga tidak perlu menunggu proses evaluasi di pemerintah yang lebih tinggi. Persiapan tender juga sangat penting karena membutuhkan sepertiga dari waktu proses tender yang rata-rata mencapai 40 hari,” ujar Mardiasmo.

--- (Sumber: KOMPAS - Selasa, 20 Januari 2009 - Hal.) ---

Tidak ada komentar: