Senin, 09 Februari 2009

Pemekaran Perberat Bisnis, Layanan Publik Terbengkalai

Monday, 09 February 2009
Jakarta – Pemekaran Daerah sejak tahun 2000 hingga saat ini menimbulkan beban tambahan bagi pelaku usaha. Tambahan masalah itu adalah mengecilnya skala ekonomi yang dibatasi wilayah administratif. Lalu, aturan daerah yang kian beragam membuat berbisnis menjadi lebih rumit.

“itu adalah masalah yang muncul jika good governance (tata kelola yang baik) pada pemerintahan di daerah pemekaran berjalan dengan baik. Tetapi, jika good governance tidak dijalankan, maka dampaknya akan lebih parah,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Agung Pambudhi di Jakarta, Jumat (6/2).

Menurut Agung, akibat semakin banyaknya daerah yang dimekarkan, fokus ekonomi yang direncanakan para pebisnis menjadi lebih rumit. Peraturan (baik perizinan, tenaga kerja, pungutan, dan lahan) menjadi lebih beragam sehingga menyulitkan operasional pelaku usaha.



“Masalah bertambah besar bila good governance dilanggar, misalnya banyak pungutan ilegal melalui peraturan daerah, kolusi pejabat dan pelaku usaha menjadi lebih marak. Solusinya adalah perlu ada desain pemerintahan di daerah yang serius dan harus dilaksanakan,” ujarnya.

Studi bappenas

Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan PBB untuk program Pembangunan (UNDP) melakukan Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Dalam laporannya, daerah pemekaran secara umum memang tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibanding daerah induk. Namun, setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah otonomi baru itumasih tetap berada di bawah kondisi induknya.

Sekretaris Jenderal Kemeterian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ bappenas Syahrial Loetan mengatakan, berdasarkan studi tersebut, pemekaran daerah lebih banyak negatifnya dibanding hasil potitifnya, dalam hal pelayanan publik.

“Padahal, maksud utama desentralisasi adalah mendekatkan masyarakat kepada pemerintah yang memberikan pelayanan,” ujarnya. (oin)




--- (Sumber: KOMPAS - Sabtu, 07 Februari 2009 - Hal.21) ---

Presiden Harus Segera Stop Pemekaran

Ditulis Oleh Harian KOMPAS
Monday, 09 February 2009
Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta segera mengeluarkan peraturan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk menghentikan sementara proses pemekaran daerah yang tak terkendali

“Perlu ada peraturan untuk moratorium atau jeda guna mengevaluasi dan membuat rencana induk. Tidak cukup hanya imbauan atau pidato” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono, Jumat (6/2).

Peraturan itu bisa berupa revisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan daerah atau bahkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) apabila memang diperlukan.

Menurut Ketua Tim Kerja Otonomi Daerah Komisi II DPR Chozin Chumaidy, apabila Yudhoyono memang memiliki kemauan politik yang kuat untuk menstop pemekaran, sesungguhnya hal itu bisa dilakukan dengan tidak membahas rancangan undang-undang yang diajukan.



Namun, selama ini Presiden selalu mengeluarkan surat Presiden sebagai bentuk persetujuan diadakan pembahasan. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irwan Gusman juga menegaskan, evaluasi pemekaran dan jeda perlu segera dilakukan. “Kalau perpu dirasa sebagai jalan keluar, mengapa tidak,” ungkapnya.

Pengajar Universitas Indonesia, Prof Eko Prasojo, mengusulkan agar lembaga Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dibuat sebagai lembaga independen yang putusannya mengikat pemerintah maupun DPR. Selama ini, rekomendasi DPOD tentang usul pemekaran hanya mengikat pemerintah. DPR tak terikat dengan rekomendasi DPOD merupakan amanat undang-undang yang juga dibuat oleh DPR.

Eko Prasojo yang juga anggota DPOD menyebutkan, persoalan pemekaran bukan hanya dominasi kepentingan politik, tetapi juga akibat inkonsistensi pusat dalam penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007.

Pakar otonomi daerah, Laurel Heydir, menyebutkan, unsur subyektivitas memang lebih dominan dalam pembahasan pembentukan daerah baru. Unsur primordialisme direvitalisasi dan partai politik cenderung memanfaatkannya untuk kepentingan mendulang suara.

Ketua Pusat Pengkajian Otnomi Daerah Universitas Brawijaya Ibnu Tricahyo dan pengajar mata kuliah Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Dwi Windyastuti, juga mengatakan, motif pemekaran umumnya hanya kepentingan elite politik dan tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, selain menghentikan pemekaran wilayah, evaluasi atas wilayah baru yang dimekarkan tersebut juga sangat mendesak dilakukan.

Dari Makassar dilaporkan, lima dari enam Gubernur se-Sulawesi sepakat menolak segala bentuk proese pemekaran wilayah baru. Kesepakatan itu akan disampaikan kepada Presiden Yudhoyono dengan harapan Presiden segera menghentikan pembentukan daerah otonom baru.

Kesepakatan itu ditandatangani pada kamis malam di Makassar oleh Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, dan Sekretaris Provinsi Sulawesi Tenggara (mewakili Gubernur) Zainal Abidin. Gubernur Gorontalo tidak hadir dan tidak mengutus wakilnya. (NAR/WAD/INA/SUT/DIK/MJW)




--- (Sumber: KOMPAS - Sabtu, 07 Februari 2009 - Hal.Utama) ---

Usul Pemekaran Lewat Satu Pintu, Revisi UU Pemda

Friday, 06 February 2009
Revisi UU Pemda


Jakarta - Untuk menahan laju pemekaran daerah dan menghindari konflik, perlu revisi UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Usulan pemekaran sebuah daerah harus melalui satu pintu, yakni Departemen Dalam Negeri (Depdagri).


Peneliti bidang otonomi daerah dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan hal itu kepada SP di Jakarta, Jumat (6/2).

Saat ini, usulan pemekaran daerah melalui tiga pintu, yakni pemerintah, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Usulan lewat DPR dan DPD, sarat kepentingan politik, sehingga mengaburkan syarat-syarat objektif pemekaran daerah yang sudah diatur.



Dia mengingatkan agar Depdagri disiplin menerapkan peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan syarat-syarat pembentukan sebuah daerah otonom baru. Segala variabel dan syarat yang diatur dalam PP 78/2007 harus diuji sungguh-sungguh di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). "Pengujian terhadap syarat-syarat itu harus menghindari praktik politik uang. Sebab, tidak jarang politik uang sangat berpengaruh terhadap lolos- tidaknya sebuah daerah baru menjadi daerah otonom," ujarnya.



Senada dengannya, pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid mengemukakan, pemerintah harus segera mengambil kebijakan baru, di antaranya merevisi aturan tentang pemekaran daerah. "Presiden juga bisa memerintahkan Departemen Keuangan untuk merevisi insentif terhadap daerah-daerah pemekaran, karena selama ini pemekaran identik dengan uang dan kekuasaan," ujarnya.

Ryaas menyayangkan sikap Presiden Yudhoyono yang hanya melontarkan wacana merevisi UU. Sejak tiga tahun lalu, Presiden sering berbicara mengenai revisi tersebut. "Sayangnya tidak segera ditindaklanjuti dengan mengambil langkah-langkah baru. Ini hanya dibiarkan sebatas wacana," ujarnya.

Sedangkan, pakar politik J Kristiadi menyatakan tidak perlu ada lagi pemekaran wilayah. "Pemekaran wilayah sudah cukup. Semua itu hanya dijadikan komoditas politik oleh para elite," katanya.

Menurutnya, yang lebih penting adalah memperjuangkan kesejahteraan rakyat, ketimbang mengusahakan pemekaran yang hanya menjadi ladang pengerukan uang para elite. Pemekaran wilayah membuat segala harta dan potensi rakyat dipolitisasi menjadi keuntungan dan kekayaan pribadi. "Tidak ada kata lain selain stop pemekaran," imbuhnya.

Mantan anggota MPR ini juga mencermati tentang segala survei yang dilakukan untuk memekarkan sebuah wilayah provinsi atau kabupaten. "Saya tidak menuduh survei-survei itu penuh dengan manipulasi, namun kalau tidak menghasilkan sesuatu yang berguna bagi rakyat, boleh jadi survei-survei tersebut dibuat hanya untuk memenuhi kepentingan elite yang bermain di belakangnya," ujarnya.

Selektif

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan menyatakan kebijakan pemekaran daerah provinsi, kabupaten, ataupun kota pada masa depan, hendaknya dilakukan lebih selektif. Jangan menempatkan aspirasi pemekaran di atas segalanya, tetapi yang harus diutamakan adalah pemenuhan persyaratan pemekaran daerah.

"Pemenuhan syarat dan kriteria pemekaran daerah harus diutamakan. Jangan tempatkan aspirasi pemekaran menjadi segala-galanya," ujar anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) itu.

Dikatakan, verifikasi, pemenuhan aspek teknis, dan kesiapan daerah, merupakan faktor penting dalam memproses aspirasi pemekaran daerah. Konflik-konflik yang muncul terjadi karena ketidakpahaman terhadap kebijakan pemekaran daerah. Ketidakpahaman itu membuat para elite membawa massa yang kemudian melakukan kekerasan dan tindakan brutal. "Boleh saja berbeda pendapat, tapi jangan pernah menyelesaikan dengan cara anarkistis, karena sikap seperti itu tidak menolong, tetapi malah merusak," katanya.

Dari Medan dilaporkan, aktivis Blog Politik Masyarakat Sipil Sumut Benget Silitonga mendesak dilakukan moratorium pemekaran daerah, khususnya di Sumut. Moratorium itu perlu dilakukan sampai dilaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh daerah pemekaran.

"Pemerintah harus melakukan moratorium politik hingga dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh, apakah memberi manfaat atau justru membawa mudarat bagi masyarakat lokal," katanya.

Menurutnya, penyampaian aspirasi lokal, apakah itu dalam bentuk usulan pemekaran ataupun pembentukan daerah baru, sejatinya juga harus dijauhkan dari praktik politik pemaksaan kehendak atau politik vandalistis. [EMS/M-16/151/J-11/A-21]




--- (Sumber: Suara Pembaruan - Jumat, 06Februari 2009) ---

Presiden: Pemekaran akan dievaluasi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemekaran provinsi dan kabupaten/kota ada yang gagal dan berhasil sehingga akan dilakukan evaluasi.

Kepala Negara sudah mengusulkan kepada DPR untuk melakukan moratorium kebijakan pemekaran daerah karena motivasinya sudah banyak yang menyimbang dari tujuan mempercepat pembangunan dan lebih mensejahterakan masyarakat di daerah.

Menurut dia, tidak sedikit ide pemekaran hanya bertujuan unutk memenuhi kepentingan elit-elit poliitk lokal tertentu dengan berbagai motivasi antara lain politik dan ekonomi.

"[Banyak pula pemekaran] bukan untuk meningkatkan pembangunan. Dengan dimekarkannya daerah bertambah maju dan rakyat bertambah sejahtera, banyak yang bukan itu," ungkap Yudhoyono di Jakarta hari ini.

Dia meminta pemekaran harus utuh memenuhi syarat-syarat yang mendasar seperti yang diminta oleh Undang-undang. Dalam hal ini dirinya mengajak semua jajaran pemerintah pusat dan daerah, DPRD, DPR, DPD, wartawan, elit politik dan semua pihak untuk melihat proses pemekaran secara matang.

Presiden meminta elit dan politikus jangan latah dengan ide pemekaran karena bisa justru merusak kalau tidak dilakukan dengan benar. Yudhoyono menyorot insiden demo anarkis di Medan yang dinilai justru merusak demokrasi. "Bangsa Indonesia sepakat agar demokrasi harus kita biarkan berkembang, tapi anarki tidak boleh dibiarkan berkembang." (tw/Irsad Sati & Tri D. Pamenan/bisnis.com).

Pemerintah dinilai gagal atasi kemiskinan

Partai Gerindra menilai sejauh ini tidak ada keberhasilan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu dalam menekan angka kemiskinan di Tanah Air.

Sekjen DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani mengatakan hasil kerja pemerintah sangat minim dalam menurunkan kemiskinan bila dibandingkan dengan anggaran yang dipakai untuk program pengentasan kemiskinan, di mana angkanya meningkat tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.

"Penurunan tingkat kemiskinan yang diklaim pemerintah diperoleh dari pengetatan garis kemiskinan yang hanya Rp182.636 perkapita per bulan," ujarnya dalam refleksi satu tahun partai itu hari ini.

Angka itu hanya naik 9,56% dari garis kemiskinan pada 2007 yang sebesar Rp166.697. Jika garis kemiskinan ditetapkan tanpa pengetatan, partai itu meyakini angka kemiskinan akan melonjak.

Gerindra juga tidak melihat keberhasilan pemerintah dalam menekan angka pengangguran. Klaim turunnya angka pengangguran, menurut Muzani, disebabkan karena besarnya tenaga kerja yang terserap di sektor informal.

Partai yang mengusung capres Prabowo Subianto itu menilai penurunan harga BBM tidak dapat diklaim sebagai kesuksesan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono karena harga minyak di pasar internasional terus turun.

Dalam refleksi itu Gerindra menyatakan TNI harus diposisikan sebagai pilar utama dalam membangun sistem demokrasi di Indonesia. Karena itu alokasi anggaran TNI harus kembali mendapat priorotas untuk dapat memenuhi kebutuhan minimalnya. (tw/Tri D. Pamenan/bisnis.com)

DPD kecam aksi anarkis di DPRD Sumut

Selasa, 10/02/2009 12:48 WIB
Dewan Perwakilan Daerah mengecam tindakan anarkis demonstran yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD Provinsi Sumut Abdul Aziz Angkat.

Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita menilai aksi ribuan demonstran di gedung DPRD Sumut pada 3 Februari lalu merupakan aksi anarkis yang mencederai makna demokrasi dan karenanya patut disesalkan.

"Aparat keamanan kurang melakukan fungsinya dalam melindungi pejabat negera yang sedang melaksanakan tugas," tegasnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis hari ini.

Atas kejadian tersebut, Ginandjar mendesak aparat keamanan segara mengusut secara tuntas para pelaku di balik aksi anarkis tersebut. "Kami mendesak agar aparat keamanan yang bertanggungjawab pada saat peristiwa tersebut terjadi ditindak tegas."

Dia juga meminta agar aparat keamanan meningkatkan prosedur pengamanan bagi para pejabat daerah, pejabat negara, dan pejabat pu blik lainnya yang sedang melaksanakan tugas agar insiden serupa tidak terulang lagi.

"Kami mengimbau masyarakat agar dalam menyalurkan aspirasi dilakukan dengan cara yang demokratis, bukan anarkis, serta tidak mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan," tuturnya.

Lebih jauh, Ginandjar minta masyarakat agar tetap menjaga kerukunan dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang akan memecah belah bangsa. (tw/Achmad Aris/bisnis.com).