Jumat, 07 November 2008

Perda yang Bermasalah Masih Terus Bermunculan

Sampai pertengahan Juli, Depkeu sudah merekomendasikan pembatalan 2.000 perdaJakarta - Luar biasa! Dalam kurun waktu tujuh tahun hingga Juli 2008 telh terbit 7.200 Peraturan Daerah (Perda) di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB). Lebih dasyat lagi, Departemen Keuangan (Depkeu) telah merekomendasikan revisi atau pembatalan terhadap 28% atau sekitar 2.000 Perda tersebut.Tak hanya itu, Depkeu juga sudah mengevaluasi 1.800 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) PDRD. Hasilnya, Depkeu menyerukan penolakan dan usulan pembatalan sebanyak 66% Raperda atau 1.200 Raperda tersebut. "Kami menganggap Raperda ini justru menghambat penciptaan iklim investasi yang kondusif dan tidak mendorong peningkatan tata kelola ekonomi daerah yang baik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara pemberian penghargaan untuk tata kelola ekonomi daerah oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Selasa (22/7) kemarin. Perda itu yang menyangkut berbagai macam pungutan. Mulai dari pungutan hasil perkebunan hingga soal distribusi. Contohnya, di sektor perkebunan pungutan itu bervariasi. Mulai pungutan pada object volume produksi dan distribusi perkebunan, hingga pungutan atas penggunaan tenaga listrik.Tumpang TindihDepkeu akan menggunakan hasil evaluasi Perda dan Raperda ini sebagai salah satu indikator penilaian kinerja daerah. Hasil evaluasi inimenjadi pertimbangan dalm pemberian reward and punishment dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.Pemberian penghargaan dan sanksi itu kini sudah berlaku dalam pembuatan Perda mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bila ada daerah yang berhasil membuat Perda APBD sebelum April setiap tahunnya, pemerintah akan mempercepat penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Alokasi Umum (DAU) secara penuh. Namun pemerintah daerah yang lambat membuat Perda APBD, pemerintah cuma menyalurkan DAU 25%.Menurut survei KPPOD, 40% responden dari kalangan dunia usaha menyatakan, Perda PDRP memang bisa menghambat daya saing ekonomi dan pendukung usaha. Namun, itubukan faktor penghambat yang utama.Survei itu menyebutkan, penghambat utama daya saing ekonomi daerah adalah minimnya infrastruktur, rendahnya kepastian hukum, dan minimnya ketersediaan lahan untuk berusaha. --- (Sumber: Harian KONTAN - Rabu, 23 Juli 2008 - Hal. Nasional) ---

Tidak ada komentar: