Jumat, 07 November 2008

Implementasi, Titik lemah Investasi Daerah

Jakarta - Implementasi kebijakan merupakan titik terlemah dalam upaya perbaikan iklim investasi di daerah pascaotonomi. Kondisi ini bisa menghambat peningkatan investasi di daerah.Demikian garis besar hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tahun 2007 yang dipresentasikan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bambang PS Brodjonegoro Selasa (22/7) di Jakarta.Survei dilakukan terhadap 12.187 responden (seluruhnya pengusaha) di 243 kabupaten dan kota pada 15 provinsi. Hasil survei menunjukkan bahwa 35,5 persen responden menilai infrastruktur merupakan masalah yang paling mengganggu iklim investasi.Masalah infrastruktur yang paling parah adalah lampu penerangan jalan yang minim, pasokan listrik dan air minum yang rendah, kemudian jalur jalan dan telepon yang terbatas.Ganjalan lainnya adalah soal akses terhadap lahan dan kepemilikan tanah. Lemahnya kepastian hukum, terutama terjadi di kota-kota besar, seperti Semarang, Surabaya, Batam, Manado, dan Makassar. ”Tingkat risiko penggusuran tanah mencapai 20 persen. Pengusaha menganggap kapan pun tanah yang sudah dibeli atau bangunan yang sudah didirikan bisa digusur,” ujar Bambang.KPPOD juga menemukan, rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikat lahan selama delapan minggu. Namun, ada 38,4 persen dari total responden yang memerlukan 11 bulan hingga dua tahun.Temuan memprihatinkan juga ada pada pungutan formal yang memberatkan. Sebagai contoh, biaya resmi untuk mengurus izin tanda daftar perusahaan (TDP) ditetapkan Rp 100.000.Namun, kenyataannya ada pemerintah daerah yang menetapkan biaya Rp 125.000 (Kabupaten Kediri dan Kabupaten Gowa), bahkan Rp 500.000 di Kota Bontang, Kalimantan Timur.Biaya rata-rata pengurusan dokumen izin usaha bisa mencapai Rp 1,443 juta. Itu sudah termasuk TDP, tanda daftar industri, surat izin usaha perdagangan, izin gangguan, dan izin mendirikan bangunan. ”Bagi perusahaan besar tak masalah, tetapi perusahaan yang kami temui adalah usaha kecil. Biaya sebesar itu tergolong memberatkan,” ujar Bambang.Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, pengusaha masih kecewa atas kinerja pemda dan pemerintah pusat yang masih tumpang-tindih.”Ketika pemerintah menerbitkan paket kebijakan untuk mendorong pemulihan iklim investasi, kami merasa optimistis. Namun, realisasi paket kebijakan itu malah tidak ada,” ujarnya. (OIN) --- (Sumber: Harian KOMPAS - Rabu, 23 Juli 2008 - Hal.Utama) ---

Tidak ada komentar: