Senin, 09 Februari 2009

Usul Pemekaran Lewat Satu Pintu, Revisi UU Pemda

Friday, 06 February 2009
Revisi UU Pemda


Jakarta - Untuk menahan laju pemekaran daerah dan menghindari konflik, perlu revisi UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Usulan pemekaran sebuah daerah harus melalui satu pintu, yakni Departemen Dalam Negeri (Depdagri).


Peneliti bidang otonomi daerah dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan hal itu kepada SP di Jakarta, Jumat (6/2).

Saat ini, usulan pemekaran daerah melalui tiga pintu, yakni pemerintah, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Usulan lewat DPR dan DPD, sarat kepentingan politik, sehingga mengaburkan syarat-syarat objektif pemekaran daerah yang sudah diatur.



Dia mengingatkan agar Depdagri disiplin menerapkan peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan syarat-syarat pembentukan sebuah daerah otonom baru. Segala variabel dan syarat yang diatur dalam PP 78/2007 harus diuji sungguh-sungguh di Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). "Pengujian terhadap syarat-syarat itu harus menghindari praktik politik uang. Sebab, tidak jarang politik uang sangat berpengaruh terhadap lolos- tidaknya sebuah daerah baru menjadi daerah otonom," ujarnya.



Senada dengannya, pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid mengemukakan, pemerintah harus segera mengambil kebijakan baru, di antaranya merevisi aturan tentang pemekaran daerah. "Presiden juga bisa memerintahkan Departemen Keuangan untuk merevisi insentif terhadap daerah-daerah pemekaran, karena selama ini pemekaran identik dengan uang dan kekuasaan," ujarnya.

Ryaas menyayangkan sikap Presiden Yudhoyono yang hanya melontarkan wacana merevisi UU. Sejak tiga tahun lalu, Presiden sering berbicara mengenai revisi tersebut. "Sayangnya tidak segera ditindaklanjuti dengan mengambil langkah-langkah baru. Ini hanya dibiarkan sebatas wacana," ujarnya.

Sedangkan, pakar politik J Kristiadi menyatakan tidak perlu ada lagi pemekaran wilayah. "Pemekaran wilayah sudah cukup. Semua itu hanya dijadikan komoditas politik oleh para elite," katanya.

Menurutnya, yang lebih penting adalah memperjuangkan kesejahteraan rakyat, ketimbang mengusahakan pemekaran yang hanya menjadi ladang pengerukan uang para elite. Pemekaran wilayah membuat segala harta dan potensi rakyat dipolitisasi menjadi keuntungan dan kekayaan pribadi. "Tidak ada kata lain selain stop pemekaran," imbuhnya.

Mantan anggota MPR ini juga mencermati tentang segala survei yang dilakukan untuk memekarkan sebuah wilayah provinsi atau kabupaten. "Saya tidak menuduh survei-survei itu penuh dengan manipulasi, namun kalau tidak menghasilkan sesuatu yang berguna bagi rakyat, boleh jadi survei-survei tersebut dibuat hanya untuk memenuhi kepentingan elite yang bermain di belakangnya," ujarnya.

Selektif

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan menyatakan kebijakan pemekaran daerah provinsi, kabupaten, ataupun kota pada masa depan, hendaknya dilakukan lebih selektif. Jangan menempatkan aspirasi pemekaran di atas segalanya, tetapi yang harus diutamakan adalah pemenuhan persyaratan pemekaran daerah.

"Pemenuhan syarat dan kriteria pemekaran daerah harus diutamakan. Jangan tempatkan aspirasi pemekaran menjadi segala-galanya," ujar anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) itu.

Dikatakan, verifikasi, pemenuhan aspek teknis, dan kesiapan daerah, merupakan faktor penting dalam memproses aspirasi pemekaran daerah. Konflik-konflik yang muncul terjadi karena ketidakpahaman terhadap kebijakan pemekaran daerah. Ketidakpahaman itu membuat para elite membawa massa yang kemudian melakukan kekerasan dan tindakan brutal. "Boleh saja berbeda pendapat, tapi jangan pernah menyelesaikan dengan cara anarkistis, karena sikap seperti itu tidak menolong, tetapi malah merusak," katanya.

Dari Medan dilaporkan, aktivis Blog Politik Masyarakat Sipil Sumut Benget Silitonga mendesak dilakukan moratorium pemekaran daerah, khususnya di Sumut. Moratorium itu perlu dilakukan sampai dilaksanakan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh daerah pemekaran.

"Pemerintah harus melakukan moratorium politik hingga dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh, apakah memberi manfaat atau justru membawa mudarat bagi masyarakat lokal," katanya.

Menurutnya, penyampaian aspirasi lokal, apakah itu dalam bentuk usulan pemekaran ataupun pembentukan daerah baru, sejatinya juga harus dijauhkan dari praktik politik pemaksaan kehendak atau politik vandalistis. [EMS/M-16/151/J-11/A-21]




--- (Sumber: Suara Pembaruan - Jumat, 06Februari 2009) ---

Tidak ada komentar: