Senin, 09 Februari 2009

Presiden Harus Segera Stop Pemekaran

Ditulis Oleh Harian KOMPAS
Monday, 09 February 2009
Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta segera mengeluarkan peraturan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk menghentikan sementara proses pemekaran daerah yang tak terkendali

“Perlu ada peraturan untuk moratorium atau jeda guna mengevaluasi dan membuat rencana induk. Tidak cukup hanya imbauan atau pidato” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono, Jumat (6/2).

Peraturan itu bisa berupa revisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan daerah atau bahkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) apabila memang diperlukan.

Menurut Ketua Tim Kerja Otonomi Daerah Komisi II DPR Chozin Chumaidy, apabila Yudhoyono memang memiliki kemauan politik yang kuat untuk menstop pemekaran, sesungguhnya hal itu bisa dilakukan dengan tidak membahas rancangan undang-undang yang diajukan.



Namun, selama ini Presiden selalu mengeluarkan surat Presiden sebagai bentuk persetujuan diadakan pembahasan. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irwan Gusman juga menegaskan, evaluasi pemekaran dan jeda perlu segera dilakukan. “Kalau perpu dirasa sebagai jalan keluar, mengapa tidak,” ungkapnya.

Pengajar Universitas Indonesia, Prof Eko Prasojo, mengusulkan agar lembaga Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dibuat sebagai lembaga independen yang putusannya mengikat pemerintah maupun DPR. Selama ini, rekomendasi DPOD tentang usul pemekaran hanya mengikat pemerintah. DPR tak terikat dengan rekomendasi DPOD merupakan amanat undang-undang yang juga dibuat oleh DPR.

Eko Prasojo yang juga anggota DPOD menyebutkan, persoalan pemekaran bukan hanya dominasi kepentingan politik, tetapi juga akibat inkonsistensi pusat dalam penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007.

Pakar otonomi daerah, Laurel Heydir, menyebutkan, unsur subyektivitas memang lebih dominan dalam pembahasan pembentukan daerah baru. Unsur primordialisme direvitalisasi dan partai politik cenderung memanfaatkannya untuk kepentingan mendulang suara.

Ketua Pusat Pengkajian Otnomi Daerah Universitas Brawijaya Ibnu Tricahyo dan pengajar mata kuliah Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Dwi Windyastuti, juga mengatakan, motif pemekaran umumnya hanya kepentingan elite politik dan tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, selain menghentikan pemekaran wilayah, evaluasi atas wilayah baru yang dimekarkan tersebut juga sangat mendesak dilakukan.

Dari Makassar dilaporkan, lima dari enam Gubernur se-Sulawesi sepakat menolak segala bentuk proese pemekaran wilayah baru. Kesepakatan itu akan disampaikan kepada Presiden Yudhoyono dengan harapan Presiden segera menghentikan pembentukan daerah otonom baru.

Kesepakatan itu ditandatangani pada kamis malam di Makassar oleh Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, dan Sekretaris Provinsi Sulawesi Tenggara (mewakili Gubernur) Zainal Abidin. Gubernur Gorontalo tidak hadir dan tidak mengutus wakilnya. (NAR/WAD/INA/SUT/DIK/MJW)




--- (Sumber: KOMPAS - Sabtu, 07 Februari 2009 - Hal.Utama) ---

Tidak ada komentar: