Rabu, 28 Oktober 2009

Perlu Konsistensi Membenahi Otonomi


PDF Cetak E-mail


Otonomi dan desentralisasi menjadi salah satu kata kunci yang mengiringi, proses demokratisasi di Indonesia serta runtuhnya rezim yang sarat dengan sentralisasi dan pemusatan kekuasaan. Apa harapan pemerintah dan masyarakat daerah terhadap penerapan otonomi daerah dalam periode kedua pemerintahan Presiden SBY?

Penelusuran Bisnis terhadap sejumlah pemerintah daerah dan para pengamat di daerah menunjukkan banyaknya kekecewaan atas penerapan otonomi daerah.

Upaya meningkatkan pendapatan asli daerah sebesar mungkin, egoisme kedaerahan, kebijakan daerah yang tidak sinkron dengan kebijakan pemerintah pusat, suku bunga perbankan yang terlalu tinggi, serta tata kelola keuangan pemerintah yang tidak selaras antara pusat dan dae­rah, merupakan keluhan yang paling menonjol.

Ada berbagai keruwetan penerap­an desentralisasi yang berpangkal dari masalah teknis serta perbedaan paradigma berpikir. Konsistensi peraturan pemerintah pusat serta dukungan terhadap pengembangan infrastruktur di daerah menjadi ha­rapan seluruh pemerintah daerah. Iwan Java Aziz, guru besar dari Cornell University AS, berpendapat desentralisasi justru mendorong munculnya banyak kebijakan berlingkup regional maupun nasional yang akhirnya justru mengurangi daya tarik investasi.

"Pada dasarnya desentralisasi itu baik untuk Indonesia, tapi pelaksanaannya menemui banyak kendala," ujarnya pada focus group discussion yang digelar Bank Indonesia Semarang belum lama ini.

Iwan mengungkapkan dalam penelitiannya 3 tahun terakhir di seluruh wilayah Indonesia ditemukan bahwa hampir semua pemkot/pemkab menerbitkan kebi­jakan regional dengan tujuan utama meningkatkan pendapatan asli dae­rah sehingga membebani dunia usaha.

Selain itu, lanjutnya dalam 3 ta­hun terakhir pemerintah pusat menerbitkan kebijakan yang mengganggu proses desentralisasi, terutama kenaikan harga BBM hingga 120% dan kebijakan Bank Indonesia yang mengakibatkan suku bunga perbankan tinggi.

Tak Propasar

Data di Pemprov Jateng menunjukkan 202 peraturan daerah di provinsi ini direkomendasikan oleh Departemen Keuangan untuk dicabut karena dinilai antiinvestasi dan bertentangan dengan undang-undang pemerintahan daerah.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sumatra Utara Eddy Syofian berpendapat kurang sinkronnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tata kelola keuangan pusat dan daerah men­jadi penyebab minimnya realisasi proyek-proyek pembangunan di wilayah Sumatra Utara.

Menurut dia, para kepala daerah ataupun pimpinan satuan kerja perangkat daerah di tingkat provinsi sangat berhati-hati dalam realisasi proyek karena khawatir melangkah lebih jauh sehingga harus berurusan dengan aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, serta Kejaksaan.

"Dalam kondisi seperti itu, tidak mengherankan realisasi anggaran proyek di Sumatra Utara baru sekitar 40%-an. Bahkan ada beberapa bupati yang belum mengarnbil dana perimbangan dari pusat," katanya.

Dia mengakui kenyataan pemerin­tah daerah lebih memilih menempatkan dana pembangunan yang dialokasikan pemerintah pusat di bank-bank daerah.

"Saya kira selagi kondisinya masih seperti saat ini, menyimpan dana di bank daerah menjadi salah satu pilihan logis dan positif karena ikut memajukan bank daerah. Yang juga penting, hal itu tidak melanggar per­aturan," ujarnya.

Eddy Syofian berharap Kabinet Indonesia bersatu II dapat melakukan perbaikan dan penataan kembali terhadap penataan kembali tata kelo­la keuangan pusat dan daerah.

Harapan lain disampaikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jabar Deny Juanda Puradimaja. Dia mengatakan daerah menginginkan keberlanjutan kebi­jakan yang sedang dirintis atau sedang dalam tahap pengerjaan.

Jabar berkepentingan dengan keberlanjutan program pembangunan. Sebab, provinsi ini memiliki sejumlah proyek strategis yang dinilai mampu menggerakkan perekonomian daerah, sekaligus menopang perekonomian nasional. Proyek mutakhir yang sedang digenjot adalah pembangunan infrastruktur jalan di Jabar bagian selatan sepanjang 421 km.

Pembangunan infra­struktur merupakan salah satu fokus penting bagi semua pemerintah daerah yang perlu dukungan pemerintah pusat. Pemerintah Kalimantan Timur, misalnya, mengarahkan anggaran ke dua aspek terpenting bagi daerah itu, yakni infrastruktur berupa jalan trans-Kalimantan serta pengembangan daerah perbatasan.

Gubernur Awang Faroek Ishak mengatakan kondisi jalan trans-Kalimantan di wilayah Kaltim memprihatinkan khususnya di utara yang menjadi urat nadi perekonomian tujuh kabupaten/kota.

Kaltim memperoleh bantuan APBN 2009 sebesar Rp43 miliar yang dianggap sangat kurang untuk kerusakan jalan lebih dari 100 km. Adapun Pemkab Malang mengalokasikan rata-rata 50% dari total belanja pembangunan untuk proyek infrastruktur. 9Oleh Setyardi Widodo
Wartawan Bisnis Indonesia)

Tidak ada komentar: